Suara Masyarakat Anti Diskriminasi
SOMASINEWS.COM JAKARTA – Polda Sulawesi Tengah telah menetapkan satu orang tersangka kasus dugaan pemalsuan dokumen Izin pertambangan.
Adapun kasus ini merupakan laporan dari PT. Artha Bumi Mining No. LP/B/153/VII/2023 /SPKT/ Polda Sulteng pada 13 Juli 2023, dengan dugaan Pemalsuan dokumen perizinan Surat Dirjen Minerba Nomor 1489/30/DBM/2013, tanggal 03 Oktober 2013 tentang Penyesuaian IUP Operasi Produksi.
Pemalsuan dokumen ini yang diduga dilakukan oleh petinggi PT. Bintang delapan Wahana sebagaimana dimaksud Pasal 263 KUHPidana Jo. Pasal 55 dan Pasal 56 KUHPidana.
Penetapan tersangka diterbitkan melalui Surat Dirreskrimum No. B/256/V/RES.1.9. /2024/ Ditreskrimum tanggal 13 Mei 2024.
Adapun tersangka berinisial FMI alias F, dan disampaikan kepada PT. Artha Bumi Mining melalui Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) No. B/189/V/RES. 1.9/2024/Ditreskrimum tanggal 13 Mei 2024.
FMI alias F diduga telah melakukan tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 263 ayat (1) KUHP.
Kuasa hukum PT Bumi Artha Mining, Happy Hayati saat dihubungi awak media melalui ponsel pada Senin (20-05-2024) mengatakan, seperti yang pernah diberitakan sebelumnya, dugaan pemalsuan surat atas nama Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM oleh PT. Bintangdelapan Wahana pada Tahun 2013 bertujuan untuk memindahkan Wilayah IUP dari Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara ke Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah melalui SK Bupati Morowali No. 540.3/SK.001/DESDM/I/2014 tanggal 7 Januari 2014.
Terbitnya IUP PT. Bintangdelapan Wahana di Morowali Tahun 2014 tersebut mengakibatkan tumpang tindih Wilayah IUP dengan lima perusahaan lain yang sudah berstatus Operasi Produksi seluas 20.500 ribu hektar. Termasuk di dalamnya IUP PT. Artha Bumi Mining seluas 10.160 Ha.
“Kami atas nama kuasa hukum PT. Artha Bumi Mining sebagai pelapor, mengapresiasi kinerja Polda Sulteng yang telah menetapkan Tersangka atas laporan pidana dugaan pemalsuan dokumen yang dilakukan oleh PT. Bintangdelapan Wahana, mengingat PT. Artha Bumi Mining telah mengalami kerugian yang sangat signifikan terutama dalam realisasi investasi. Kami juga berharap Penyidik tidak hanya berhenti sampai penetapan FMI alias F sebagai tersangka, besar harapan kami selaku kuasa hukum adanya pihak-pihak lain yang turut terlibat atas adanya dugaan tindak pidana pemalsuan surat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 KUHP Jo Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP,” ucap Happy.
Lebih lanjut Happy mengatakan, kerugian-kerugian yang dialami PT. Artha Bumi Mining, tentu juga telah menimbulkan kerugian bagi negara yang begitu besar dari sektor nikel, karena dalam 10 Tahun terakhir sejak terbitnya IUP PT. Bintangdelapan Wahana di Morowali, dimana PT. Artha Bumi Mining tidak dapat melaksanakan aktifitas pertambangan untuk memberikan segala yang menjadi kewajiban dan konstribusi dalam penerimaan negara dan memberi manfaat bagi perekonomian nasional.
Kerugian PT. Artha Bumi Mining masih berlangsung hingga saat ini meskipun permasalahan tumpang tindih telah diselesaikan melalui badan peradilan dan proses pidana atas laporan pidana telah memasuki tahap penyidikan.
Baru-baru ini Dirjen Minerba Minerba menerbitkan Surat No. T259/MB.04/DJB.M/2024 Perihal Pemberitahuan Pembatalan Status IUP Terdaftar PT. Artha Bumi Mining tanggal 13 Februari 2024, yang seolaholah melaksanakan Putusan Mahkamah Agung No. 360 K/TF/2023 padahal terhadap objek sengketa sudah tidak ada, dan Putusan Peninjauan kembali kedua 6 PK/TUN/2023 yang mana objek sengketa juga tidak ada lagi karena telah bermuara di Surat Keputusan Gubernur Sulawesi Tengah Nomor 540/688/IUP-OP/DPMPTSP/2018 tentang Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi PT Bintangdelapan Wahana tanggal 19 Desember 2018.
Hal yang sangat disayangkan adalah surat tersebut terbit saat Laporan Polisi telah memasuki tahap Penyidikan in casu Pemeriksaan Saksi dan penyitaan di Dirjen Minerba. Seharusnya Dirjen Minerba lebih hati-hati dalam menyikapi kasus ini dan harus objektif sebagai pemegang kekuasaan dalam menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dibidang pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan mineral dan batubara, bukan sebaliknya memfasilitiasi dan melegitimasi tindak pidana yang terjadi, karena hal tersebut dapat menghambat investasi di sektor pertambangan. (**)