Suara Masyarakat Anti Diskriminasi
SOMASINEWS.COM JAKARTA – Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta telah menerima Pendaftaran Gugatan Perbuatan Melanggar Hukum (PMH) oleh Badan/Pejabat Pemerintahan dari Advokat-Advokat TPDI & Perekat Nusantara, yang diwakili oleh: Petrus Selestinus, Carrel Ticualu, Erick S.Paat, Robert B.Keytimu, Jemmy S. Mokolensang, Paskalis A.Dachunha, Pitri Indriningtyas, Roslina Simangunsong, Ricky D.Moningka, Pieter Paskalis dkk, Jumat, 12/1/2024
Gugatan TPDI dan Perekat Nusantara itu diregister oleh Muhammad, Panitera pada Kepaniteraan PTUN Jakarta No. 11/G/TF/2024/ PTUN. JKT, dengan obyek sengketa berupa Tindakan Faktual Pejabat Pemerintahan cq. Presiden Jokowi dkk. karena Nepotisme Dinasti Politik yang dibangun Presiden Jokowi, sebagai tindakan yang bertentangan dengan TAP MPR No.XI/1998, UU dan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik.
TPDI & Perekat Nusantara melihat Nepotisme Dinasti Politik Presiden Jokowi telah berkembang sangat cepat, sehingga telah menjadi ancaman serius terhadap pembangunan Demokrasi dan secara absolut akan menggeser posisi Kedaulatan Rakyat menjadi kedaulatan Nepotisme Dinasti Politik Jokowi yang berpuncak di Mahkamah Konstitusi dan Lembaga Kepresidenan.
Itu berarti reformasi yang dibangun selama 25 tahun telah diruntuhkan oleh Nepotisme Dinasti Politik Jokowi hanya dalam waktu 1 tahun terakhir yang jika didalami sikap dan perilaku Jokowi yang demikian, maka hal itu dinilai sebagai pengkhianatan terhadap reformasi yang belum maksimal diwujudkan setelah 25 tahun berjalan.
Nepotisme Dinasti Politik Presiden Jokowi saat ini tidak hanya menguasai supra struktur politik di Eksekutif dan Legislatif, akan tetapi juga menguasai, bahkan menyandera lembaga Yudikatif cq Mahkamah Konstitusi selaku Pelaksana Kekuasaan Kehakiman, ketika Anwar Usman Ketua MK saat itu menjadi ipar Presiden Jokowi. Inilah yang membuat MK kehilangan kemerdekaan dan kemandiriannya.
Apa yang terjadi dengan MK selama Anwar Usman (Ipar Jokowi) menjabat Ketua MK, telah meruntuhkan wibawa dan mahkota MK, yaitu kemerdekaan dan kemandirian yang dijamin oleh pasal 24 UUD 1945 dirusak hanya demi kepentingan Nepotisme Dinasti Politik yang melanggar TAP MPR No.XI /MPR/1998 dan UU No.28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas KKN.
Daya rusak dari Nepotisme Dinasti Politik adalah peran kedaulatan rakyat sebagai hal paling esensi dalam demokrasi menjadi korban, karena kedaulatan rakyat kehilangan peran penentu dalam politik negara, peran kedaulatan rakyat akan bergeser menjadi kedaulatan Nepotisme Dinasti Politik.
Artinya, manakala Nepotisme Dinasti Politik Jokowi dibiarkan berkembang dan beranak-pinak ke seluruh sentra kekuasaan, hingga ke supra struktur politik di pucuk pimpinan lembaga negara (Eksekutif, Legislatif, Yudikatif), maka secara absolut kedaulatan rakyat akan bergeser menjadi kedaulatan Nepotisme Dinasti Politik Jokowi lewat “demokrasi seolah-olah”.
Jika itu yang terjadi, maka kita sesungguhnya telah kembali kepada sistem hegomoni kekuasaan politik di-era orde baru, era dimana terjadinya pemusatan kekuasaan, wewenang dan tanggung jawab pada Presiden/Mandataris MPR yang berakibat tidak berfungsinya dengan baik lembaga tertinggi dan lembaga tinggi negara, tidak berkembangnya partisipasi masyarakat dalam kontrol terhadap pemerintah.
Pihak yang digugat TPDI dan PEREKAT NUSANTATA dalam Gugatan PMH dimaksud adalah Presiden Jokowi, Anwar Usman, Gibran Rakabuming Raka, Mohammad Boby Afif Nasution, Prabowo Subianto dan KPU RI sebagai Tergugat – Tergugat dan Mahkamah Konstitusi, Saldi Isra, Arief Hidayat, Ibu Iriana, Kaesang Pangarep dan Tempodotco Podcast Bocor Alus Politik sebagai Turut Tergugat, agar semuanya bisa terungkap secara jelas dan terang benderang.
Adapun Petitum Gugatannya adalah meminta agar PTUN Jakarta menyatakan Nepotisme Dinasti Politik sebagai Perbuatan Melawan Hukum atau sebagai suatu perbuatan yang dilarang dan harus dihentikan.
Juga Keputusan KPU yang menetapkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden sepanjang atas nama Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka harus dinyatakan cacat hukum, tidak sah dan dibatalkan.
(Supriyadi)