Suara Masyarakat Anti Diskriminasi
SOMASINEWS.CO BONE – Rumah Curhat Masyarakat (RCM), Mukhawas Rasyid, SH, MH, (Ketua Umum), tanggapi perintah tegas Jaksa Agung ST Burhanuddin kepada jajarannya, terkait bila mana ada laporan tentang terjadinya dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh kepala desa, renungkan dulu oleh kalian, sebagaimana yang dikutip dari media sosial, dalam Rakernas 2023 beberapa pekan lalu.
Selain tersebut, Jaksa Agung menyampaikan pula, kalau kepala desa itu adalah seorang swasta, bahkan dikampung, dan menganggap kepala desa yang tidak mengerti bagaimana aturan keuangan pemerintah, kemudian kalian jadikan objek pemeriksaan.
Pinta ST. Burhanuddin, “Tolong jangan dilakukan itu, saya akan buat aturannya,” terang ST. Burhanudin dalam video dalam Rakernas yang dihadiri oleh para Kejaksaan dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian.
Mukhawas Rasyid, SH, MH ( Ketua Umum Rumah Curhat Masyarakat), nilai pernyataan yang dikeluarkan oleh Jaksa Agung dalam Rakernas bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Maka dari itu Mukhawas Rasyid kepada somasinews.com. Minggu, (29/1/23), meminta agar Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo mencopot Jaksa Agung ST. Burhanuddin.
Menurutnya, Pernyataan Jaksa Agung yang bertentangan dengan semangat pemberantasan tindak pidana korupsi, diyakini Mukhawas Rasyid akan semakin menambah semangat para kepala desa untuk melancarkan praktik korupsi. Kepala Desa mendapat legalitas tanda kutip, agar tidak dijadikan objek pemeriksaan.
“Patut diingat, Kepala Desa sebagai Kepala pemerintahan Desa, melaksanakan Pembangunan Desa, dalam melaksanakan tugas dan fungsi Kepala Desa mempunyai wewenang, menetapkan APB Desa, mengembangkan sumber pendapatan desa, mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan negara guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa”.
Mukhawas mempertanyakan dasar hukum apa yang digunakan Jaksa Agung ST. Burhanuddin sebagai Aparat Penegak Hukum (APH), untuk membuat aturan terkait apa bila ada laporan tentang terjadinya dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh kepala desa, jangan dijadikan objek pemeriksaan.
“Kami tidak memahami apa argumentasi hukum yang mendasari pernyataan Jaksa Agung,” tuturnya.
Mukhawas Rasyid menilai, akan ada budaya korupsi baru jika kebijakan dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh kepala desa tidak dijadikan objek pemeriksaan, kerugian mesti dilihat dari berbagai aspek. Tidak hanya pada jumlah kerugian negara berdasarkan uang yang hilang.
“Ini bukan soal kepala desa dikampung, dan kepala desa yang tidak mengerti bagaimana aturan keuangan pemerintah, tapi juga soal akibat lain yang ditimbulkan. Misalnya, ada kehidupan sosial dengan budaya korupsi akibat dari kejahatan itu,” jelasnya.
“Sebagai aparat penegak hukum, pernyataan itu harusnya tidak tersampaikan dalam Rakernas bahkan harusnya tidak terlintas dalam alam pikiran seorang Jaksa Agung,” katanya.(*)