Jaringan Advokasi Publik Indonesia (JAPI) Tolak Privatisasi PT PLN, Berpotensi Sengsarakan Rakyat

Suara Masyarakat Anti Diskriminasi

SOMASINEWS.COM JAKARTA, Pada tanggal 19 Januari 2022, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengumumkan rencana holding dan subholding PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Subholding yang direncanakan Menteri BUMN berkaca dari yang diterapkan oleh negara Korea, Italia, Prancis, dan Malaysia dalam mengelebarkan sayap bisnis di tubuh PLN. Dari rencana tersebut, PLN sendiri disebut nantinya akan fokus melakukan transmisi listrik dan juga pemasaran.

“Namun, selain itu ada juga potensi bisnis di luar kelistrikan tetapi dengan memanfaatkan infrastruktur yang dimiliki PLN,” ujar Ketua Umum Jaringan Advokasi Publik Indonesia (JAPI), Iradat Ismail saat memberikan keterangan, Jumat (16/9/2022).

Dengan adanya subholding seluruh power plant (pembangkit tenaga listrik), maka akan ada transisi besar-besaran ke pembangkit listrik energi baru dan terbarukan (EBT).

Namun, bagaimana subholding itu tidak membebani keuangan PLN pusat yang saat ini memiliki utang sekitar Rp 500 triliun.

Maka, subholding ini harus mencari alternatif pendanaan lain dengan misalnya melakukan aksi korporasi di pasar saham atau melakukan penawaran umum perdana saham (Initial Public Offering/IPO).

Subholding power plant ini nanti mengkonsolidasikan semua yang ada hubungannya dengan turunan dari pembangkit tenaga listrik.

Selanjutnya dengan melakukan IPO pasca pemberlakukan kebijakan subholding pada PLN, terdapat potensi terjadinya privatisasi atas aset-aset penting milik PLN yang justeru selama ini tidak memiliki kendala cukup signifikan dalam
pengelolaannya.

“Bahkan dengan pemberlakuan mekanisme yang ada, PLN selama ini memiliki jangkauan akses yang lebih jauh dalam mengontrol segala aktivitas anak-anak perusahaannya,” katanya.

Namun ketika PLN kemudian di-subholding, jangkauan akses itu justeru terancam tidak lagi efektif karena adanya pembatasan kewenangan yang dilakukan oleh pemiliki saham.

Lebih jauh bahkan, kemungkinan terburuknya adalah akibat pembatasan tersebut akan bermuara pada tidak dapat terkendalinya kenaikan harga tarif listrik oleh PLN akibat efek kebijakan holding dan subholding yang berlaku.

Oleh karena itu, atas dasar yang telah disebutkan di atas, maka Jaringan Advokasi Publik Indonesia (JAPI) dengan ini menyatakan sikap:

1. Menolak restrukturisasi PT PLN melalui holding dan subholding yang akan dilakukan oleh Kementerian BUMN karena tidak memiliki kejelasan urgensi dalam kaitannya dengan manajemen pengelolaan sebelumnya.

5. Meminta agar PT PLN mempertimbangkan kembali rencana kebijakan holding dan subholding yang berujung IPO atas anak perusahaan PT PLN, karena bertentangan dengan semangat nasionalisme sebagaimana yang tertuang dalam Putusan MK No. 111/PUU-XIII/2015.

3. Menolak dengan tegas segala upaya privatisasi PT PLN sebagai aset negara yang pada hakikatnya dihadirkan negara semata-mata untuk dikelola demi kepentingan dan kemakmuran rakyat Indonesia.

4. Meminta PT PLN tidak terlena dengan rencana kebijakan holding dan subholding yang direncanakan Menteri BUMN karena hanya akan menimbulkan keluhan di masyarakat akibat taraf dasar listrik yang tidak pro rakyat.

5. Mendesak Kementerian BUMN maupun PT PLN agar berpegang teguh dengan arahan Presiden Jokowi yang menginstruksikan agar pejabat negara menentukan kebijakan yang mengedepankan aspek keadilan sosial dan merangkul kepentingan rakyat.

“Demikian pernyataan sikap kami, semoga kebijaksanaan hati Bapak/Ibu dan pimpinan sekalian tidak melebihi kepentingan pribadi dalam melegitimasi kebijakan ini,” pungkasnya.

Laporan. Supriyadi

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan