Bone,Somasinews.com Tiba-tiba dapat perintah kantor untuk wawancara dengan NH. Kaget, karena permintaanya mendadak dan hampir sore. Posisi NH (panggilan akrab HAM Nurdin Halid) berada di Kabupaten Soppeng Sulsel.
Tak ada kata tidak. Saya akhirnya tancap gas ke kota kalong. Tetap berusaha kendalikan diri, saat roda empat yang saya kemudikan berpacu dengan kendaraan lainnya.
Posisi pasti NH saat itu pun belum jelas, sehingga dalam perjalanan harus menghubungi beberapa kerabatnya.
Rismono Sarlim, ponakan NH menjadi sasaran telpon utama. Tak henti-hentinya mengarahkan posisi NH yang sibuk kampanye saat itu (Pilgub Sulsel 2018).
Akhirnya, saya menemui NH disalah satu warung kopi yang tidak jauh dari Masjid Raya Soppeng. Kesan familiar saat melihat kedatangan saya. “Eh… kapan tiba dari Bone”, sapa NH.
“Baru tiba dan saya khusus datang untuk menemui kita untuk wawancara”, ungkap saya singkat. NH sesekali menikmati kopi dihadapannya. Bahkan NH memperlihatkan kepiawaiannya membuat kopi, sebelum mewawancarainya terkait Setya Novanto.
***
Kisah merajut data tentu sangat beragam. Karena ibarat pemulung, jurnalis sangat telaten memungut data. Tak begitu gampang.
Merajut data tentu tak gambang. Punya kemampuan ataupun keahlian untuk merajutnya menjadi sebuah berita. Sehingga tentu tak mudah untuk memasuki dunia yang penuh tantangan tersebut.
Menjadi pemulung data sangatlah tak mudah. Harus merangkai data sehingga dapat memberi kabar yang tak bolong. Tak basi dan terlebih menjadi busuk.
Pemulung terkadang mendapat tantangan. Mendapat ocehan, cemohan bahkan teror. Dan begitulah resiko pemulung, yang terkadang mendapat penghargaan yang tak setimpal.
Seperti yang pernah dialami oleh sahabat saya Andi Asdar, saat menjadi wartahan Harian Pedoman Rakyat tahun 2000 silam. Asdar yang sering membuat berita yang tajam pada zamannya, harus dijemput pihak berwenang.
Begitupun pengalaman yang dialami oleh Andi Asdar, saat menjadi wartawan Pedoman Rakyat. Ada yang tak lazim. Dia dijemput mobil patroli saat beritanya dianggap menohok.
Pengalaman di tahun 2000 tersebut, telah membuatnya banyak pengalaman dan kian dewasa hingga mampu mendirikan Harian Lokal Tribun Bone.
Hal yang sama juga pernah dialami beberapa kali para sahabat Tabloid Bone Pos. Tabloid yang saya inisiasi pendiriannya di tahun 2000 tersebut punya cerita yang tak kalah menariknya. Dan itulah dinamika jadi pemulung yang bahasa kerennya Jurnalis.
***
Tahun 2011 silam, Nurdin Halid yang menjabat Ketua PSSI menjadi sorotan media. Dinamika ditubuh organisasi persepakbolaan Indonesia ini terus menghangat.
NH terus digoyang dan pada akhirnya ‘dikudeta’. Saat itu, NH sangat sulit ditemui para pewarta. Entah ia memilih bungkam atau memilih tenang dibalik suhu panas yang menerpa PSSI.
Entahlah. NH memilih pulang kampung menemui sahabat dan keluarganya. Yang lebih penting lagi, melakukan ziarah kuburan bapaknya tercinta.
Saat itu, saya mencegatnya seusai bertemu dengan sahabat dan keluarga dilantai dua rumahnya. Bersama seorang jurnalis Harian Tribun Timur, Surtan, mencoba mewawancarainya.
Penolakan secara halus diperlihatkan NH. Dia meminta salah seorang saudanya untuk mewakilinya berbicara soal PSSi. Saat wawancara berlangsung dengan saudaranya, NH tiba-tiba nyeletuk dan kamera yang saya pakai otomatis langsung bergeser. Kamera langsung merekam penyataan NH. Dan rekaman itu menjadi trending tofik
Nyali, ini sangat penting. Keberanian pun tentu sangat dibutuhkan. Karena tanpa keduanya, niscaya bisa menemukan informasi yang akurat.
Menemui sumber sangatlah penting artinya. Terlebih sesuatu yang sangat urgen. Kendala tentu akan banyak dihadapi, namun itu merupakan pelengkap, pemanis sebagai pemulung data.
Mungkin pemulung baik adalah pemulung yang tau data yang didapatnya adalah data yang baik. Tau aturan dan taat kaidah. Tetaplah menghormati sumber dan berusaha menyajikan berita sebaik mungkin.
( Bahtiar Parenrengi )
Bone,Somasinews.com Tiba-tiba dapat perintah kantor untuk wawancara dengan NH. Kaget, karena permintaanya mendadak dan hampir sore. Posisi NH (panggilan akrab HAM Nurdin Halid) berada di Kabupaten Soppeng Sulsel.
Tak ada kata tidak. Saya akhirnya tancap gas ke kota kalong. Tetap berusaha kendalikan diri, saat roda empat yang saya kemudikan berpacu dengan kendaraan lainnya.
Posisi pasti NH saat itu pun belum jelas, sehingga dalam perjalanan harus menghubungi beberapa kerabatnya.
Rismono Sarlim, ponakan NH menjadi sasaran telpon utama. Tak henti-hentinya mengarahkan posisi NH yang sibuk kampanye saat itu (Pilgub Sulsel 2018).
Akhirnya, saya menemui NH disalah satu warung kopi yang tidak jauh dari Masjid Raya Soppeng. Kesan familiar saat melihat kedatangan saya. “Eh… kapan tiba dari Bone”, sapa NH.
“Baru tiba dan saya khusus datang untuk menemui kita untuk wawancara”, ungkap saya singkat. NH sesekali menikmati kopi dihadapannya. Bahkan NH memperlihatkan kepiawaiannya membuat kopi, sebelum mewawancarainya terkait Setya Novanto.
***
Kisah merajut data tentu sangat beragam. Karena ibarat pemulung, jurnalis sangat telaten memungut data. Tak begitu gampang.
Merajut data tentu tak gambang. Punya kemampuan ataupun keahlian untuk merajutnya menjadi sebuah berita. Sehingga tentu tak mudah untuk memasuki dunia yang penuh tantangan tersebut.
Menjadi pemulung data sangatlah tak mudah. Harus merangkai data sehingga dapat memberi kabar yang tak bolong. Tak basi dan terlebih menjadi busuk.
Pemulung terkadang mendapat tantangan. Mendapat ocehan, cemohan bahkan teror. Dan begitulah resiko pemulung, yang terkadang mendapat penghargaan yang tak setimpal.
Seperti yang pernah dialami oleh sahabat saya Andi Asdar, saat menjadi wartahan Harian Pedoman Rakyat tahun 2000 silam. Asdar yang sering membuat berita yang tajam pada zamannya, harus dijemput pihak berwenang.
Begitupun pengalaman yang dialami oleh Andi Asdar, saat menjadi wartawan Pedoman Rakyat. Ada yang tak lazim. Dia dijemput mobil patroli saat beritanya dianggap menohok.
Pengalaman di tahun 2000 tersebut, telah membuatnya banyak pengalaman dan kian dewasa hingga mampu mendirikan Harian Lokal Tribun Bone.
Hal yang sama juga pernah dialami beberapa kali para sahabat Tabloid Bone Pos. Tabloid yang saya inisiasi pendiriannya di tahun 2000 tersebut punya cerita yang tak kalah menariknya. Dan itulah dinamika jadi pemulung yang bahasa kerennya Jurnalis.
***
Tahun 2011 silam, Nurdin Halid yang menjabat Ketua PSSI menjadi sorotan media. Dinamika ditubuh organisasi persepakbolaan Indonesia ini terus menghangat.
NH terus digoyang dan pada akhirnya ‘dikudeta’. Saat itu, NH sangat sulit ditemui para pewarta. Entah ia memilih bungkam atau memilih tenang dibalik suhu panas yang menerpa PSSI.
Entahlah. NH memilih pulang kampung menemui sahabat dan keluarganya. Yang lebih penting lagi, melakukan ziarah kuburan bapaknya tercinta.
Saat itu, saya mencegatnya seusai bertemu dengan sahabat dan keluarga dilantai dua rumahnya. Bersama seorang jurnalis Harian Tribun Timur, Surtan, mencoba mewawancarainya.
Penolakan secara halus diperlihatkan NH. Dia meminta salah seorang saudanya untuk mewakilinya berbicara soal PSSi. Saat wawancara berlangsung dengan saudaranya, NH tiba-tiba nyeletuk dan kamera yang saya pakai otomatis langsung bergeser. Kamera langsung merekam penyataan NH. Dan rekaman itu menjadi trending tofik
Nyali, ini sangat penting. Keberanian pun tentu sangat dibutuhkan. Karena tanpa keduanya, niscaya bisa menemukan informasi yang akurat.
Menemui sumber sangatlah penting artinya. Terlebih sesuatu yang sangat urgen. Kendala tentu akan banyak dihadapi, namun itu merupakan pelengkap, pemanis sebagai pemulung data.
Mungkin pemulung baik adalah pemulung yang tau data yang didapatnya adalah data yang baik. Tau aturan dan taat kaidah. Tetaplah menghormati sumber dan berusaha menyajikan berita sebaik mungkin.
( Bahtiar Parenrengi )